Ngentot Dengan Agnes Nur Zahara Yang Sedang KKN

Agnes Nur Zahara adalah seorang mahasiswi berjilbab dari sebuah universitas negeri ternama yang mencetak calon-calon guru berdedikasi dan berkualitas dikota M yang terkenal dengan julukan S***o E**nnya. Saat ini dia tengah menempuh KKN disemester pendek disebuah desa didaerah persemayaman sang tokoh proklamator.

Disana dia selama 2,5 bulan bersama beberapa orang temannya membantu warga desa untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Hari ini dia mengenakan jilbab putih sepanjang dada, dengan kaos lengan panjang berwarna putih pula yang sedikit ketat karena semua kaosnya belum kering yang disebabkan beberapa hari ini hujan terus mengguyur dan dipadukan dengan rok panjang warna hitam. Agnes ada janji bertemu dengan bapak sekertaris desa untuk membahas data-data kependudukan.

Tanpa disadarinya, setiap kali dia menunduk jilbabnya yang ringan (model paris) jatuh terjuntai kebawah, memperlihatkan kaosnya yang berleher rendah membuat sebuah celah lebar yang memungkinkan siapapun yang ada di depannya untuk melihat ke dalamnya.
Setelah berjalan cukup jauh karena jalannya melewati persawahan akhirnya dia sampai disebuah rumah yang cukup asri dan tenang karena jarak antar rumah sedikit berjauhan. Sampai disana dia mengetuk pintu rumah yang terbuat dari lembaran kayu kokoh itu beberapa saat. Tak berapa lama pintu itu terbuak. Seorang pria tua berdiri di depan Agnes. Pria itu bertubuh gemuk dan pendek, jauh lebih pendek dari Agnes. Kepalanya sudah nyaris botak, hanya sebagian rambut di dekat telinga saja yang masih ada, itupun semuanya sudah memutih. Sebuah kumis sebesar pensil melintang di wajahnya yang gemuk dan berminyak. Dialah Sarta, sekretaris desa. “Mbak Agnes ya?” kata Pria tua itu mengagetkan Agnes yang dari tadi terkesima dengan penampilannya. “Eh.. iya Pak Sarta..” jawab Agnes tergagap. Dalam hatinya Agnes juga bertanya kenapa tiba-tiba dirinya dilanda kegugupan yang luar biasa. Pak Sarta mempersilakan Agnes masuk ke rumahnya. Agnes tertegun menatap ruang depan tempat sekarang dia dan Pak Sarta duduk. Ruangan itu tidak terlalu besar, didominasi oleh meja dan kursi kayu tua yang sekarang mereka duduki. Tidak ada hiasan apa-apa di dinding rumah sebagian terbuat dari kayu itu, kecuali sebuah tengkorak kerbau besar dengan tanduknya yang sangat panjang melengkung mencuat ke atas. “Maaf ya Mbak, rumahnya kotor.” Kata Pak Sarta pelan. “Soalnya istri sama anak saya pergi ke rumah orang tuanya, sudah seminggu lebih. Jadi saya sendirian di sini.” Agnes hanya menjawabnya dengan ‘O’ pendek karena tidak tahu harus ngomong apa. “Saya sudah siapkan semua Mbak.” Pak Sarta menunjuk ke tumpukan map dan kertas yang ada di meja. “Sesuai dengan permintaan Mbak Agnes.” Pak Sarta lalu membuka map di depannya satu-persatu dan menyerahkannya pada Agnes. “Yang ini data penduduk, yang ini data tanggal kelahirannya, yang ini data kepemilikan harta benda...” Pak Sarta memilah-milah kertas yang tadi tersusun rapi sehingga sekarang semuanya bertebaran di atas meja. Keduanya mulai terlibat pembicaraan serius mengenai data-data desa yang ada di meja. Agnes mendengarkan setiap penjelasan Pak Sarta dengan serius sambil sesekali menunduk melihat data yang dimaksudkan.

Tanpa disadarinya, setiap kali dia menunduk jilbabnya yang ringan (model paris) jatuh terjuntai kebawah, memperlihatkan kaosnya yang berleher rendah membuat sebuah celah lebar yang memungkinkan siapapun yang ada di depannya untuk melihat ke dalamnya. Pak Sarta tertegun tiap kali menatap apa yang ada di balik kaos itu. Sepasang payudara putih mulus yang terbungkus BH warna merah tipis berenda begitu jelas terlihat menggantung seperti buah melon lunak yang siap dimakan. Disengaja atau tidak, gejolak birahi Pak Sarta yang sudah seminggu lebih ditinggal istrinya mudik langsung melonjak tinggi membuat tubuhnya panas dingin dan gemetar. Celakanya, sampai sekian lama dipelototi, Agnes tidak juga sadar kalau cara berpakaiannya membuat Pak Sarta blingsatan menahan dorongan seksualnya yang setiap saat siap meledak. Agnes sendiri kemudian mulai memperhatikan kalau pandangan Pak Sarta mulai tidak fokus lagi. Dilihatnya Pak Sarta kelihatan gelisah seperti sedang menyembunyikan sesuatu. “Pak..” Agnes menegur pelan. “Pak Sarta nggak apa-apa kan?” Untuk beberapa detik Pak Sarta seperti melamun seoah pikirannya berada di tempat lain. Baru setelah Agnes mengulangi pertanyaannya agak keras Pak Sarta langsung tersadar. “Eeh.. iya.. A.. apa tadi..?” tanyanya gugup menyembunyikan keadaan dirnya yang sesungguhnya. “Bapak nggak sakit kan..?” tanya Agnes lagi. “Dari tadi saya lihat Bapak gelisah sekali.” “Eh.. tidak.. um.. yah.. “ Pak Sarta menjawab kebingungan. “Memang.. tadi sih Bapak agak tidak enak badan.” Jawabnya berbohong. Sesekali pandangannya melirik ke tubuh Agnes. “Wh.. saya jadi nggak enak sudah mengganggu istirahat Bapak.” Kata Agnes. “Oh.. nggak.. nggak apa-apa kok Mbak.” Pak Sarta menjawab cepat. “Saya senang bisa membantu Mbak Agnes.” Katanya tenang meskipun pada saat yang sama, otaknya mulai sibuk memikirkan sebuah siasat. Maka setelah mambulatkan tekadnya, Pak Sarta berdiri dari duduknya. “Tunggu sebentar ya Mbak, Bapak ambilkan minum dulu.” Kata Pak Sarta sambil berlalu. Agnes sempat mencegah, tapi Pak Sarta sudah terlanjur masuk ke ruangan sebelah dalam. Hampir sepuluh menit lamanya Pak Sarta di ruangan dalam, terdengar suara berkelontangan seperti benda logam jatuh ke lantai. Pak Sarta kemudian keluar sambil membawa dua buah gelas berisi teh hangat yang masih mengepulkan uapnya. “Jadi ngerepotin nih Pak..” Agnes tersenyum malu sambil menerima gelas yang disodorkan padanya. “Ah.. cuma air teh ini..” jawab Pak Sarta sambil tersenyum aneh. “Diminum Mbak.” “Eh.. iya Pak..” kata Agnes yang tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia memang sebenarnya sudah haus karena obrolan panjang lebar tadi. Diminumnya seteguk air teh dari gelasnya, rasa hangat mengalir di dalam tenggorokannya.

Tanpa disadari, Pak Sarta tersenyum memandang setiap gerakan Agnes. Agnes kemudian minum beberapa teguk lagi membuat isi gelasnya berkurang separuh. Mereka kemudian meneruskan membahas data-data desa, tapi perlahan Agnes mulai merasakan ada yang salah dengan dirinya. Matanya sekarang mulai menjadi berat sekali, tubuhnyapun mendadak menjadi lemas dan pandangannya mulai mengabur membuat pemandangan yang ada di sekelilingnya menjadi bayangan abu-abu samar. Dalam keadaan itu, Agnes sempat melihat Pak Sarta terenyum lebar padanya sebelum akhirnya Agnes terkulai pingsan di meja. Agnes tidak tahu apa yang dilakukan oleh Pak Sarta di dalam. Pak Sarta, yang didorong oleh keinginan nafsu liarnya, mencampurkan obat tradisional yang tidak berbau dan berasa ke dalam minuman Agnes. Pemandangan payudara Agnes yang indah yang dilihatnya lewat kerah kaos Agnes karena jilbabnya sedikit tersingkap membuat dorongan seksualnya bangkit dengan sangat menggebu, hal itu yang membuatnya nekad melaksanakan rencana dadakan yang disusunnya dalam sekejap. Perlahan Agnes membuka matanya, kepalanya masih terasa berat, pandangannya masih kabur, membuatnya tidak bisa melihat dengan begitu jelas.

Agnes hanya merasa keadaannya sekarang menjadi tidak biasa. Dia merasa saat ini sedang terbaring terlentang di atas sesuatu alas yang agak keras, semacam kasur tua yang sudah tidak bisa menahan berat badan secara sempurna. Dirasakannya pula posisi tangan dan kakinya seperti terlentang ke empat arah yang berbeda. Saat kesadarannya pulih sepenuhnya barulah Agnes terkejut bukan main. Dia berada dalam sebuah kamar tertutup. Tubuhnya terbaring di atas sebuah ranjang kayu beralas kasur tua dengan posisi tangan dan kaki terpentang ke empat penjuru membuat tubuhnya seperti membentuk sebuah huruf X di atas kasur. Agnes mencoba menarik tangan dan kakinya tapi tidak bisa. Dia baru sadar kalau kaki dan tangannya diikat oleh seutas tali yang ditambatkan pada pingiran ranjang. Tali itu meregang kuat sekali merentangkan tangan dan kakinya sehingga membuat Agnes nyaris tidak bisa bergerak. Agnes perlahan merasakan hembusan angin seperti membelai langsung pada kulit pahanya. Seketika dia menjerit, rok panjangnya ternyata sudah tersingkap sebatas pinggang menampakkan kulit paha yang begitu mulus terawat dan juga celana dalam merah berenda menutupi memek Agnes yang terlihat menggembung dibalik celana dalam itu. Kaosnya pun juga turut tersingkap sehingga payudaranya yang lumayan besar berukuran 36B dan terbalut BH merah itupun juga terlihat dan jilbabnya sudah disampirkan kepundaknya. Sungguh sebuah pemandangan yang menggugah birahi, gadis alim berjilbab namun auratnya terlihat jelas. Agnes meronta kuat-kuat mencoba menarik tali yang mengikat tangan dan kakinya, tapi sia-sia, tali itu terlalu kuat untuk tenaganya yang terbatas. “TOLONG!” Agnes menjerit sekuat tenaga.dengan harapan ada yang akan datang menolongnya. “TOLONG!” Agnes kembali berteriak sekuatnya sampai tenggorokannya seakan pecah. “To......” Sekali ini teriakan Agnes berhenti di tengan jalan ketika dilihatnya Pak Sarta masuk ke kamar dan menutup pintunya pelan nyaris tanpa suara. “Eh.. sudah bangun ya Mbak..” katanya seolah tidak terjadi apa-apa pada Agnes. “Apa maksudnya ini Pak..? Kenapa saya dibeginikan..?” Agnes bertanya dengan nada bergetar. Rasa takut mulai menjalari tubuhnya membuat badannya gemetar. Pak Sarta dengan santainya duduk di tepi ranjang tepat di samping Agnes. “Tidak apa Mbak, Bapak tidak akan menyakiti Mbak Agnes kalau Mbak Agnes tidak melawan.” Kata Pak Sarta kalem sambil menyeringai seperti seekor srigala lapar menghadapi mangsanya. “Bapak cuma minta sesuatu dari Mbak Agnes.” Tubuh Agnes seperti disengat listrik, Pak Sarta berkata demikian sambil membelai-belai pahanya yang putih dengan gerakan lembut, seolah sangat menikmati setiap jengkal kulit paha Agnes yang mulus. “Jangan Pak.. jangan.. atau saya akan teriak.” Agnes mencoba mengancam. “Teriak saja Mbak. Bapak tidak keberatan kok..” Pak Sarta berkata kalem. “Tapi Bapak yakin tidak ada yang mendengar Mbak teriak.” “TOLONG!” Agnes melaksanakan ancamannya. “TOLONG SAYA!” Tapi setelah berkali-kali berteriak sampai serak, tidak ada sesuatupun yang yang datang menolong gadis berjilbab cantik ini, tidak ada yang datang untuk menolongnya. Jangankan manusia, hewanpun tidak ada yang lewat di sekitar situ. Agnes makin putus asa. Benar kata Pak Sarta, sampai suaranya habis tidak ada satupun yang menolongnya. Perlahan Agnes mulai tegang dan ketakutan, air matanya meleleh karena putus asa. “Benar kan Mbak.. tidak ada yang dengar..” kata Pak Sarta penuh kemenangan. “Saya ini Sekretaris Desa Mbak, orang kedua setelah Pak Kades, jadi saya punya pengaruh di sini, warga di sini tahu siapa saya, karena itu mereka tidak akan berani ikut campur apapun yang terjadi di rumah saya.” Kata-kata itu bagai vonis kematian bagi gadis berjilbab ini. Ketakutannya makin menjadi-jadi, dia makin putus asa sehingga tidak bisa lagi berpikir jernih. “Jangan Pak.. Ampun... jangan sakiti saya.” Agnes hanya bisa menohon dengan nada memelaskan.

“Bapak kan sudah bilang Mbak, kalau Mbak menurut, Bapak nggak akan menyakiti Mbak.” Kata Pak Sarta sambil pelan-pelan membelai jilbab dan wajah Agnes. “Bapak sudah seminggu lebih ditinggal istri Mbak, Bapak cuma minta Mbak mau Bapak ajak begituan.” Katanya sambil menunjuk ke arah selangkangan Agnes. “Jangan Pak.. Jangan.. Jangan lakukan itu.. saya mohon..” Agnes menangis sejadi-jadinya. Tapi Pak Sarta yang sudah kehilangan akal sehatnya makin tidak sabar menghadapi Agnes yang melawan. Maka dia segera naik ke atas ranjang. Dengan gerakan pelan dia mulai menyobek kaos Agnes dan menyingkapkannya ke samping. Seketika itu payudara Agnes yang masih terbungkus BH merah tipis mencuat menggemaskan. Agnes terbaring dengan tubuh hanya tertutup BH dan celana dalam tipis. “Ohh.. puting yang baguss..” kata Pak Sarta tanpa menghiraukan tangisan Agnes. Perlahan diremasnya payudara Agnes dari luar. Agnes menegang merasakan sentuhan tangan Pak Sarta yang kasar pada kedua belah payudaranya. Selama ini hanya teman sekelasnya saja yang pernah menyentuh payudaranya dan itupun dulu sewaktu dia masih SMA. Sekarang seorang tua buruk rupa dan tidak tahu diri yang melakukannya. “Ohhh.. puting yang lembut.” Ujar Pak Sarta dengan ekspresi begitu menikmati setiap jengkal payudara Agnes. Lalu tangannya merogoh ke dalam mangkuk BH Agnes dan meremas payudara itu dengan lembut. “Oohh....” Agnes merintih lirih saat tangan Pak Sarta benar-benar menyentuh payudaranya. Sebuah sensasi menyenangkan segera menjalari tubuhnya yang menegang. “Ohh.. lembut sekali..” Pak Sarta mengomentari payudara Agnes. “Mimpi apa ya semalam, bisa dapat puting gadis berjilbab sebagus dan selembut ini?” gumamnya tidak jelas. Agnes hanya bisa menangis mendapat perlakuan buruk itu. Remasan tangan Pak Sarta pada payudaranya terasa menyakitkan, tapi herannya Agnes juga merasakan sebuah perasaan aneh. Perasaan yang mengatakan sentuhan tangan ini berbeda dengan sentuhan tangan temannya dulu, karena itu meskipun mulutnya menolak, tapi tubuh dan pikirannya berkata lain. Perasaan itulah yang menyebabkan Agnes membiarkan perlakuan Pak Sarta pada payudaranya. “Ohh.. sekarang kutangnya dibuka ya Mbak..” kata Pak Sarta pelan. Agnes hanya diam saja mendengarnya. Sebagian pikirannya sudah mulai dirasuki nafsu birahi yang perlahan meninggi. Melihat hal itu Pak Sarta makin bersemangat, dengan satu sentakan kasar, BH Agnes ditariknya sampai putus. Sekarang payudaranya mencuat telanjang, begitu putih, mulus dan kenyal siap untuk dinikmati oleh Pak Sarta. “Ohhh.. “Pak Sarta terpesona mengagumi bentuk payudara Agnes yang indah. “Ini baru yang namanya puting.. sudah montok, putih, mulus pula..” Lalu pelan-pelan dirabanya kedua belah payudara mulus itu, kemudian dengan gerakan seperti orang mencuci kaos, payudara Agnes diremasnya dengan kekuatan penuh. “Ahhk..” Agnes menegang, tubuhnya melengkung ke atas membuat payudaranya makin membukit, hal itu tidak disia-siakan oleh Pak Sarta, dia makin gencar meremas-remas payudara Agnes. Lalu pelan-pelan giliran bibirnya yang berkumis tebal yang maju, dengan gerakan lembut, dijilatinya kedua puting payudara Agnes dengan lidah dan bibirnya, sesekali dikulumnya puting payudara itu seperti gerakan bayi yang minum susu ibunya. Gerakannya sangat lembut membuat Agnes terlena. Perlahan desahan nafasnya mulai tidak teratur, gerakannya juga mulai liar. Beberapa kali Agnes melenguh penuh perasaan saat bibir Pak Sarta mengulum puting payudaranya. Perlahan Pak Sarta mulai mengarahkan sentuhan tangan dan bibirnya ke bagian bawah tubuh Agnes menyusuri perut Agnes yang licin dan berhenti di selangkangan Agnes yang terkuak lebar. Perlahan digosoknya begian selangkangan Agnes dengan jarinya, sentuhan jari pada bibir vaginanya membuat Agnes menjerit tertahan. “Bapak pingin tahu nih gimana sih bentuknya tempik cewek kota.” Maka dengan gerakan kasar, Pak Sarta merobek celana dalam Agnes, celana itu sangat tipis dan nyaris transparan sehingga tidak perlu tenaga besar untuk merobeknya. Sekarang Agnes sudah sempurna bertelanjang bulat. “Uoohh..” Pak Sarta terpana melihat belahan bibir vagina Agnes yang masih sempurna,dihiasi oleh jembut yang tipis. “Tempiknya bagus bangeet.. Mbak pasti belum pernah ngentot ya.. tempiknya masih bagus nih..” Agnes menggeleng ketakutan, dia memang belum pernah melakukan hubungan badan. “Belum pernah ngentot? Kalau bagitu bapak beruntung bisa memperawani cewek kota yang secantik Mbak.” Kata Pak Sarta dengan senyum puas. Dia lalu menunduk menempatkan wajahnya tepat di depan liang vagina Agnes yang terbuka.

Matanya menatap tajam kearah kemaluan yang sudah basah itu, hembusan nafasnya makin terasa bersamaan dengan wajahnya yang makin mendekat. “Aahhh…Pak !” desahan halus keluar dari mulut Agnes saat Pak Sarta menyapukan lidahnya pada bibir kemaluannya. Gerakan lidah Pak Sarta seperti ular yang menggeliat menyapu seluruh permukaan bibir vagina Agnes. Agnes merintih merasakan tubuhnya seperti didesak oleh kekuatan dari dalam, seperi gunung berapi yang tersumbat. Hal itu membuatnya makin tidak terkendali, desahannya sudah berubah dari desaha ketakutan menjadi desah nikmat. Lidah Pak Sarta semakin liar saja, sadar kalau korbannya sudah mulai goyah, kini lidah itu memasuki liang vagina Agnes dan bertemu dengan klitorisnya. Badan Agnes bergetar seperti tersengat listrik dengan mata merem-melek Bukan saja menjilati, Pak Sarta juga memutar-mutarkan telunjuknya di liang itu, sementara tangan lainnya mengelusi paha dan pantatnya yang mulus. Permainan mulut Pak Sarta pada daerah yang paling pribadinya itu mau tidak mau membawa perubahan pada dirinya. Geliat tubuhnya sekarang tidak lagi menunjukkan perlawanan, dia nampak hanyut menikmati perlakuan Pak Sarta, hati kecilnya menginginkan Pak Sarta meneruskan aksinya hingga tuntas. Dibawah sana Pak Sarta makin meningkatkan serangannya menjilat dan mengisap vaginanya. “Mmmhh…tempiknya Mbak emang hebat banget, rajin dirawat yah ?” gumam Pak Sarta ditengah aktivitasnya. Agnes tidak mendegarkan ocehan Pak Sarta, seluruh perasaannya kini tertumpah pada sensasi yang didapatkannya dari perlakuan Pak Sarta. Sepuluh menit kemudian, tanpa dapat ditahan lagi cairan pelumas membanjir keluar dari vaginanya diiringi erangan panjang, tubuhnya menggelinjang dan menegang tak terkendali. “AHHHKKHHH...” diiringi jeritan tertahan, Agnes mengalami orgasmenya yang pertama, perasaannya bagaikan gunung berapi yang sumbatnya telah lepas, meledak dengan begitu dahsyat melontarkan apa yang sedari tadi ditahannya. Tubuh Agnes kembali lemas dengan nafas terengah-engah, sensasi orgasmenya benar-benar membuat tubuhnya seperti melayang di angkasa. Melihat itu Pak Sarta makin yakin kalau Agnes sudah sepenuhnya ada di dalam genggamannya. Maka dia mulai membuka pakaiannya sampai telanjang, dn penisnya yang sedari tadi memang sudah menegang sekarang mengacung begitu sangar di hadapan Agnes. Perlahan Pak Sarta mulai menindih tubuh mulus Agnes yang basah olah keringat. Aroma parfum mahal yang dipakai oleh Agnes membuat nafsu Pak Sarta makin menggelora. Perlahan diciumnya bibir Agnes dengan lembut beberapa kali, lalu dipeluknya tubuh mulus itu sambil berusaha mendesakkan penisnya di kemaluan Agnes. “Oohhh.....” Agnes merintih menahan nyeri saat penis besar itu menyeruak ke dalam kemaluannya yang sempit, demikian juga Pak Sarta meringis menahan sakit merasakan penisnya tergesek dinding vagina Agnes. Dengan beberapa kali gerakan tarik dorong yang keras maupun lembut, penis itu akhirnya terbenam seluruhnya di dalam vagina Agnes. Mata Agnes sudah basah oleh air mata, tangisan yang disebabkan rasa putus asa, nyeri, dan ketidakberdayaannya dalam pelukan seorang pria tua. “Ohh.. masuk juga akhirnya..” Pak Sarta mendengus lega. “Gila, tempiknya Mbak Agnes seret banget lho..” Lalu Pak Sarta mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, mula-mula pelan, tapi setelah beberapa saat setelah dirasakannya vagina Agnes terbiasa menampung penisnya, gerakan Pak Sarta makin teratur, Vagina Agnes yang masih sempit mulai licin dan lancar meskipun masih sangat menjepit. Pak Sarta melakukan persetubuhan dengan gerakan yang liar, kadang pelan dan lembut, kadang kasar dan sangat cepat seperti dikejar setan. Gerakan-gerakan liar itu membuat Agnes makin tersapu oleh sensasi liar di dalam tubuhnya. Setelah mengalami orgasme, desakan seksualnya menjadi makin liar mambuatnya terlihat sangat menikmati persetubuhannya dengan Pak Sarta. Setelah hampir sepuluh menit mereka bersatu, Agnes tidak tahan lagi, dorongan nafsu seksualnya sudah mangalahkan akal sehatnya, diapun mengerang dan mendesah seirama gerakan penis Pak Sarta yang menggenjot vaginanya. "AAAAhhhhhh….."Agnes mengerang keras, dia kembali mengalami orgasme, meskipun tidak sehebat yang pertama, tapi cukup kuat untuk membuat vaginanya berdenyut kencang. Pak Sarta merasa penisnya seperti dicengkeram tangan baja yang membetotnya seperti mau dicopot dari badannya. Sensasi jepitan vagina Agnes yang begitu kuat membuatnya tidak tahan lagi. “AAAAhhh mau keluar nih, aaaahhhhh… Bapak mau keluar nih….." erang Pak Sarta kuat-kuat, dijambaknya rambut Agnes, lalu dengan satu dorongan terakhir yang membuat penisnya membenam total di dalam vagina Agnes, Pak Sarta melepaskan orgasmenya, menyemburkan sperma yang begitu banyak ke dalam rahim Agnes. Tubuh-tubuh telanjang itu terkulai lemas saling bertumpuk, menciptakan pemandangan yang sangat menggairahkan dimana sosok Agnes yang putih mulus dan bagitu ramping ditindih oleh tubuh gendut dan hitam Pak Sarta. Setelah puas mereguk kenikmatan birahi dari tubuh Agnes yang sexy itu, Pak Sarta kemudian bangkit dari ranjang. Diliriknya tubuh telanjang Agnes yang terikat dan tergolek tanpa daya di ranjang. Pak Sarta tertegun sambil sekaligus senang ketika dia melihat bercak darah di sekitar selangkangan Agnes. Berarti Agnes memang benar-benar masih perawan sebelum diperkosa olehnya. Karena itulah Pak Sarta kemudian mencium kening Agnes sambil berujar, “Terima kasih Mbak sudi memberikan keperawanannya sama Bapak.” Agnes hanya bisa menangis mendengarnya, kesadarannya perlahan pulih, membuat dirinya merasa diperlakukan secara hina. Tapi dalam keadaan seperti ini, Agnes benar-benar tidak sanggup melawan keinginan Pak Sarta. Pak Sartapun yakin kalau Agnes tidak akan melawannya lagi, karena itulah dia memutuskan untuk melepaskan tali yang mengikat tangan dan kaki Agnes. Agnes sendiri tidak berbuat apa-apa meskipun dirinya sudah tidak terikat. Dia hanya bisa tergolek di atas ranjang, menunggu nasib selanjutnya. Melihat tubuh yang mulus dan telanjang dengan jilbab yang masih dikenakan namun acak-acakan itu tidak berdaya di atas ranjang rupanya membuat birahi Pak Sarta kembali meninggi. Masih dalam keadaan bugil, Pak Sarta mengocok-ngocok penisnya sendiri, lalu dia kembali menaiki ranjang. Ditariknya tangan Agnes sehingga Agnes sekarang tersimpuh di ranjang. Tiba-tiba Pak Sarta menyorongkan penisnya yang setengah berdiri ke wajah Agnes. “Sekarang Mbak Agnes tolong emut punya Bapak dong..” kata Pak Sarta sambil menyodorkan penisnya yang hitam ke wajah Agnes dengan gaya santai. Agnes menggelengkan kepalanya dengan ekspresi jijik melihat penis yang legam itu seperti pistol yang menodong wajahnya. “Jangan takut Mbak, entar juga enak kok..” kata Pak Sarta masih dengan gaya santai, seolah menyodorkan permen kepada anak kecil. Agnes kembali meneteskan air mata menggeleng, hal itu membuat Pak Sarta tidak sabar, ditariknya jilbab Agnes sampai wajahnya mendongak, lalu digesek-gesekkannya penisnya ke wajah Agnes. Agnes pelan-pelan menurut, dibukanya mulut mungilnya dangan enggan, lalu seperti menelan permen besar, penis Pak Sarta meluncur masuk ke mulutnya. Terasa ada cairan sedikit pada ujungnya, kemudian dihisap dan dikulumnya penis itu dengan lembut, sesekali Agnes mengocok-ngocok penis itu dengan tangannya juga, lama kelamaan Agnes mulai terbiasa dengan penis Pak Sarta dan mulai dapat menyesuaikan diri, Agnes menjilati samping-sampingnya hingga ke buah pelirnya, Agnes bahkan memainkan ludahnya sedikit di penis itu, kemudian Agnes kembali memasukkan kepala penis itu ke mulutnya. Pak Sarta mendesah merasakan kehangatan mulut Agnes, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya. “Uuhhh…gitu Mbak, enak…mmmm !” gumamnya sambil memegangi kepala Agnes dan memaju-mundurkan pinggulnya. Agnes merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Pak Sarta yang berbulu lebat itu, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya. Pak Sarta yang merasakan kehangatan dari bibir dan mulut Agnes makin meledak, lalu dengan menahan kepala Agnes diselangkangannya menggunakan kedua tangannya, dengan kasarnya Pak Sarta menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga penis itu menggenjot mulut Agnes. “Aggh..aggh... .” suara Agnes terdengar tersedak oleh penis Pak Sarta. Tangan Agnes berusaha menahan pinggul Pak Sarta agar tidak bisa memompa penis besar itu ke dalam mulutnya. Tapi usaha Agnes sia-sia saja, Pak Sarta dengan kuat mencengkeram kepala Agnes dan mennyodok-nyodokkan penisnya dengan kasar membuat Agnes menggelepar berusaha untuk bernafas dengan baik Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai Pak Sarta menekan kepalanya sambil melenguh panjang. dirasakan sebelumnya. Pak Sarta masih terus menggenjotnya selama beberapa menit ke depan, dan akhirnya dia pun mencabut penisnya lalu buru-buru mendekati wajah Agnes. “Arrghhh... Oohhhh...” Pak Sarta kembali melenguh bagai banteng terluka, seketika Aly amerasakan wajahnya tersiram oleh cairan hangat yang kental dan lengket dan berbau. Pak Sarta menyemprotkan spermanya ke wajah Agnes dengan deras. Cairan putih kental pun berceceran membasahi wajah dan rambut gadis itu. “Ohhhh..” lenguh Pak Sarta yang kali ini benar-benar puas telah berhasil melepaskan keinginan seksualnya pada gadis cantik itu. Pak Sarta akhirnya terkapar di ranjang karena kelelahan, dibiarkannya Agnes yang terdiam sambil menangis.